Radar Nasional - Malang : Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 (juga disebut perkara 111/PUU-XXIII/2025) pada 27 Mei 2025, menegaskan kewajiban negara untuk menjamin pendidikan dasar (SD dan SMP) diselenggarakan secara gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta, tanpa diskriminasi. Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Sisdiknas, yang bertujuan agar negara tidak lagi memungut biaya pendidikan untuk jenjang tersebut. Yang jadi dilema, apakah negara sanggup membiayai pendidikan di Indonesia secara keseluruhan dengan kualitas pendidikan yang baik untuk menuju Indonesia Emas 2045. Apakah negara mampu untuk melakukan hal itu sedangkan kenyataan di lapangan masih banyak sekolah yang memprihatinkan baik dari sarana dan prasarana penunjang dalam proses belajar mengajar maupun dari sumber daya manusianya yang sangat kurang di banyak daerah.
Masyarakat menuntut pendidikan yang berkualitas secara gratis sedangkan anggaran pendidikan yang diterima sekolah sangat minim. Untuk memberikan kualitas pendidikan yang baik tentu membutuhkan biaya yang sangat besar, sedangkan anggaran pemerintah hanya memberikan bantuan operasional sekolah yang sangat minim. Untuk Kota atau Kabupaten yang mampu memberikan bantuan operasional sekolah daerah ( BOSDA ) tentu hal itu sangat membantu bagi sekolah - sekolah untuk bisa menjaga kualitas pendidikan yang baik, akan tetapi bagi Kota atau Kabupaten yang belum memberikan bantuan operasional sekolah daerah ( BOSDA ) tentu akan berdampak dan sulit untuk bisa mewujudkan pendidikan yang berkualitas secara optimal.
Dilema ini tentu dirasakan oleh sekolah - sekolah negeri yang ada di Kabupaten Malang. Sebab di tuntut oleh pemerintah daerah dan masyarakat untuk memberikan pendidikan yang berkualitas secara ilmu, sarana dan prasarana, sedangkan anggaran pendidikan hanya diberikan melalui bantuan operasional sekolah nasional ( BOSNAS ) tanpa ada bantuan operasional sekolah daerah dari Pemerintah Kabupaten Malang. Apalagi sekolah - sekolah negeri di Kabupaten Malang ketakutan untuk menarik sumbangan untuk membantu biaya operasional sekolah, sebab hal itu akan menimbulkan polemik bagi sekolah karena akan berdampak pelaporan ke dinas karena diduga melakukan pungutan liar sehingga banyak sekolah negeri yang akhirnya apatis. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tidak membolehkan pungutan dari peserta didik atau orang tua pada pasal 12 huruf b, melainkan membolehkan penggalangan dana dalam bentuk bantuan atau sumbangan sukarela dan tidak memaksa dari masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah. Dana sumbangan ini harus bersifat sukarela, transparan, tidak ditentukan jumlahnya oleh sekolah, dan digunakan hanya untuk peningkatan mutu layanan pendidikan yang tidak dianggarkan. Meskipun diperbolehkan untuk meminta sumbangan di dalam Permendikbud No 75 tahun 2016 hal ini tidak serta merta menjadi aman dari teropong para oknum wartawan dan LSM yang akan menakut-nakuti dengan dalih telah melakukan pungutan liar tanpa melakukan konfirmasi dan kroscek terlebih dahulu, tentu hal ini akan membawa dampak yang negatif bagi dunia pendidikan karena tentunya akan susah untuk mewujudkan dunia pendidikan yang berkualitas. Meskipun Bupati Malang telah mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) Malang Nomor 5 Tahun 2024 mengatur tentang Pendanaan Pendidikan yang Bersumber dari Masyarakat. Peraturan ini bertujuan untuk mengelola sumbangan dari masyarakat untuk sekolah dasar (SD dan SMP) dengan menekankan bahwa sumbangan tersebut bersifat sukarela, sesuai kemampuan wali murid. Meskipun berpedoman pada Permendikbud No 75/2016 dan Perbup No 5/2024 yang memperbolehkan untuk menarik sumbangan akan tetapi hal itu masih sulit untuk diterapkan karena ada rasa takut dari para Kepala Sekolah dan Komite Sekolah untuk melakukan hal itu. Mereka takut akan menimbulkan masalah di kemudian hari padahal sumbangan yang diminta secara sukarela dan itu semua untuk kepentingan proses belajar mengajar dan kebutuhan siswa dalam meraih prestasi baik secara akademik maupun non akademik. Untuk meraih prestasi non akademik ini lah yang membutuhkan biaya operasional yang sangat besar, sebab untuk melatih siswa untuk bisa berprestasi di butuhkan pelatih yang profesional yang biaya atau gajinya tidak boleh dianggarkan melalui dana BOS. Sekolah yang tidak mendapatkan sumbangan dari wali murid tentu akan susah untuk bisa meraih prestasi non akademik, sebab tidak bisa membayar atau memberikan gaji bagi para pelatih profesional tersebut. Masalah ini tentu membutuhkan atensi dan kepedulian bagi kita semua, tidak hanya dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melainkan bagi kita semua masyarakat yang peduli dengan kemajuan dunia pendidikan di Indonesia.
Tanggapan dari Pemerhati Pendidikan yang juga dari Komunitas Peduli Pendidikan ( KOMPAK ) Indonesia Arif W, S.Pd, M.Pd mengatakan bahwa dunia pendidikan tidak hanya tanggung jawab dari pemerintah akan tetapi tanggung jawab bagi seluruh masyarakat Indonesia, omong kosong apabila ingin pendidikan yang berkualitas akan tetapi minim anggaran. Kenapa sekolah swasta banyak yang bagus kualitasnya, karena mereka secara sarana dan prasarana serta sumber daya manusia nya sangat diperhatikan karena ditunjang dengan anggaran yang sangat mumpuni untuk melakukan hal itu. Mereka memperoleh dana dari para wali murid nya dengan menentukan biaya sumbangan pendidikan yang sangat besar disesuaikan dengan kebutuhannya. Para wali murid dengan sukarela memberikan sumbangan pendidikan yang sangat mahal karena mereka ingin anak-anaknya memperoleh pendidikan yang berkualitas baik secara akademik maupun non akademik. Apabila sekolah negeri juga mendapatkan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan sekolah, tentu pendidikan yang berkualitas akan terwujud meski kebutuhan masing-masing sekolah tidak sama. Sesuai Motto Propinsi Jawa Timur "Jer Basuki Mawa Beya" bahwa setiap keberhasilan, keselamatan, atau kebahagiaan membutuhkan pengorbanan, biaya, atau usaha yang sungguh-sungguh.
" Saya menyekolahkan anak pasti memilih sekolah yang kualitasnya bagus sebab sekolah yang berkualitas bagus tentunya akan membawa dampak yang positif baik secara akademik dan non akademik, sehingga untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang berkualitas, saya ikut menyumbang dana sesuai dengan kebutuhan sekolah yang dianggarkan, " tutur Ivan salah satu wali murid dari SMPN favorit di Singosari juga merupakan tokoh yang peduli dengan pendidikan. Menurutnya memang pendidikan adalah hak setiap warga negara Indonesia sesuai dengan UUD 1945 akan tetapi pendidikan di Indonesia ini masih miris karena tidak ada rasa kepedulian masyarakat untuk ikut memajukan pendidikan di Indonesia, semua minta gratis padahal pendidikan gratis di khususkan bagi masyarakat yang kurang mampu bukan masyarakat yang mampu secara finansial, mindset atau cara pandang yang selalu ingin gratis ini yang membuat dunia pendidikan di Indonesia tidak maju-maju, di luar negeri seperti di Negara Timor Leste yang notabene negara yang kemerdekaan nya baru seumur jagung akan tetapi pendidikan disana benar-benar gratis karena Pemerintah Timor Leste menanggung semua kebutuhan sekolah sehingga pendidikan bisa berjalan sesuai apa yang diharapkan, jadi kalau mau serius untuk mewujudkan pendidikan gratis yang berkualitas, Pemerintah harus segera mencari solusi untuk membiayai semua kebutuhan operasional sekolah dengan melakukan perbaikan sarana dan prasarana serta mencukupi kekurangan sumber daya manusia nya, sebab banyak sekolah yang kekurangan guru terutama di daerah-daerah terpencil. Dilema nya lagi apabila ada guru PNS yang pensiun, untuk mencari penggantinya tidaklah semudah yang dibayangkan, karena untuk pengganti guru yang sudah pensiun belum tentu bisa di isi langsung oleh guru PNS sebab semua tergantung kuota dari pemerintah, untuk mengganti dengan Guru Tidak Tetap ( GTT ) juga bisa menimbulkan masalah, karena aturan baru tidak memperbolehkan Guru Tidak Tetap ( GTT ) yang tidak masuk di Data Pokok Pendidikan ( Dapodik ) di gaji lewat dana BOS. Jadi jangan bermimpi untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dengan dana yang terbatas. ( Red )