Pada 30 April lalu, Menkes RI Budi Gunadi Sadikin menyebut ada 632 kasus perundungan yang terjadi di rumah sakit hingga fakultas kedokteran.
Dua di antaranya di RSUD dr Saiful Anwar (RSSA) Malang dan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Brawijaya (UB).
Baik pihak RSSA maupun FK UB turut mengakui pernah menerima laporan kasus perundungan.
Namun jumlahnya tidak sebanyak yang disampaikan menkes.
Yakni sebanyak 10 kasus di RSSA dan 6 kasus di FK UB. Wakil Direktur Bidang Pendidikan dan Pengembangan Mutu RSSA Dr dr Fauzan Adhima MKes MARS FISQua menjelaskan, yang terlapor ke pihaknya tidak lebih dari lima kasus.
Itu terjadi selama 2024 sampai 30 April 2025.
Kendati demikian, dia enggan menyampaikan detail perundungan yang dilaporkan.
Setelah dapat laporan, kami minta pelapor datang untuk klarifikasi dan memberikan bukti-bukti pendukung,” ucap Fauzan.
Akan tetapi, tidak ada pelapor yang datang.
Padahal, pihaknya sudah menjamin kerahasiaan identitas pelapor.
Alhasil, pihak RS tidak bisa melakukan tindak lanjut.
Sebagai bentuk pencegahan, RSSA getol melakukan kampanye anti perundungan.
Mulai dari penandatanganan komitmen bersama, sosialisasi, evaluasi, penyediaan kanal pelaporan, hingga pembentukan unit penanganan anti perundungan.
Pada 2024, RSSA juga melakukan skrining kesehatan jiwa terhadap peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang berpotensi mengalami gangguan kejiwaan.
Untuk mengetahui mereka yang berpotensi, RSSA menyebar kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan.
Dari sana terjaring sebanyak 20 orang yang kami tindak lanjuti dengan tes psikologi dan Alhamdulillah hasilnya baik semua,” tegas Fauzan.
Terpisah, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) Prof Dr dr Wisnu Barlianto MSi Med SpA(K) mengaku baru mengetahui data perundungan yang dipaparkan Menkes RI Budi Gunadi Sadikin.
Namun sebelum adanya data tersebut, pihaknya sudah berupaya melakukan pencegahan.
Pencegahan dilakukan bersama RSUD dr Saiful Anwar (RSSA), komite koordinasi pendidikan (Komkordik), dan satgas di tingkat fakultas.
Bentuk pencegahan itu mengacu pada beberapa regulasi.
Seperti Permendiktisaintek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Serta Surat Keputusan (SK) bersama Dekan FKUB serta Direktur RSSA.
Pada 23 April lalu, Wisnu bersama pimpinan fakultas kedokteran lainnya juga sudah dipanggil mendiktisaintek.
”Secara tegas beliau menyatakan kepada kami agar tidak ada toleransi terhadap perundungan,” tegas lelaki yang juga dokter spesialis anak tersebut. ( Vin )