By: Dewi swastyastika
Malang// www. Radar Nasional.co.id - Ironi sekali masih saja ditemukan pemenang tender atau pelaksana proyek mengabaikan hak publik tentang informasi dengan tidak memasang papan nama. Dalam konteks ketidakjelasan informasi semacam ini merupakan indikator awal dari dugaan pelanggaran asas-asas fundamental dalam hukum transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik yang tersembunyi untuk menumbuhkan praktik korupsi, kolusi, dan penggelapan anggaran.
Pemasangan papan nama proyek fisik terutama yang dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), merupakan kewajiban yang diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek. Penjelasan ini sudah tertuang dalam
(UU No. 14 Tahun 2008) Ttg Informasi Publik
yang mewajibkan Pemda dalam memberi informasi yang akurat dan mudah diakses oleh masyarakat. Sayangnya, meskipun aturan baku yang sudah jelas tertuang di UU ttg kewajiban memasang papan nama proyek implementasinya masih sering diabaikan. Banyak kontraktor atau pejabat teknis yang menganggap sepele seolah itu hanya formalitas. Hal ini juga diperparah dengan lemahnya pengawasan dari dinas teknis atau inspektorat.
Beberapa alasan klasik sering dikemukakan, mulai dari alasan teknis ,yaitu alasan papan nama belum jadi atau rawan dirusak hingga alasan administratif menunggu pencairan. Namun, dalam perspektif hukum, alasan-alasan tersebut tidak dapat membenarkan pengabaian dalam prinsip transparansi.Karena dalam praktik pekerjaan proyek tanpa papan nama kerap dikaitkan dengan proyek "siluman" atau bahkan proyek fiktif.Disamping itu pekerjaan konstruksi yang dilakukan tanpa papan informasi juga mempersulit pengawasan oleh masyarakat. Padahal publik berhak tahu dan mengawasi. Dalam beberapa kasus, tidak adanya papan nama justru dimanfaatkan untuk melakukan praktik mark-up anggaran, spesifikasi teknis yang tidak sesuai, atau pelaksanaan proyek yang molor dari jadwal tanpa diketahui publik.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara dapat dijerat pidana. Jika proyek tanpa nama terbukti menyembunyikan mark-up, penyimpangan volume pekerjaan atau penggelapan anggaran maka PPK hingga pejabat dinas terkait bisa di mintai pertanggung jawaban.
Memang secara administratif proyek tanpa papan nama dapat dikenakan teguran atau sanksi sesuai mekanisme dalam Peraturan LKPP dan regulasi internal instansi teknis, termasuk blacklist kontraktor yang tidak patuh. Namun bila ditemukan kerugian negara, maka perbuatan ini bisa bermuara pada tindak pidana korupsi.
Seperti salah satu contoh di kabupaten Malang yang terpantau Media yaitu pembangunan tanpa papan nama ( pembangunan gorong - gorong ) yang pelaksanaan pembangunannya didesa Bulupitu arah ke desa Kenongo kecamatan Gondang legi kabupaten Malang dan saat ini sedang berjalan tanpa ada kejelasan informasi.Baik itu keterangan sumber dana , pelaksana kegiatan maupun pelaksana kegiatan ( kontraktor ). Masyarakat sekitar hanya bisa menduga - duga."Siapa kontraktornya,berapa anggarannya, sumbernya darimana, panjangnya berapa ? "menurut warga sekitar tanpa mau disebutkan namanya hanya mengatakan bahwa proyek pekerjaan gorong - gorong tersebut dari DPUBM Kabupaten Malang tanpa mengetahui secara jelas baik berupa anggaran maupun panjang gorong - gorong yang dikerjakan.(Swastyastika )