Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jurnalis atau Kambing Hitam? Blora Jadi Cermin Buram Hukum Kita

Minggu, 25 Mei 2025 | Mei 25, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-25T09:36:42Z





Blora | Penanganan kasus dugaan pemerasan oleh tiga wartawan asal Semarang yang kini ditahan Polres Blora menuai kemarahan publik. Ketiganya dijerat dengan Pasal 368 KUHP, namun kuat dugaan mereka justru dijebak oleh si pelapor yang secara terang-terangan menyerahkan uang. Ironisnya, justru wartawan yang dibui sementara si pemberi uang bebas melenggang.

Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Jawa Tengah, Joko Tirtono, SH alias Jack Lawyer, mengecam keras penangkapan ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap profesi wartawan dan bukti nyata kemunduran integritas penegakan hukum.

“Logikanya rusak. Wartawan diundang, lalu dikasih uang tutup berita, terus langsung diciduk. Kalau memang ada unsur suap, harusnya pemberi dan penerima diproses. Itu jelas diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP,” tegas Jack.

Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Jack dengan lantang menuding aparat hanya berani pada kalangan kecil seperti wartawan, sementara pihak yang diduga kuat terlibat dalam praktik BBM ilegal justru dibiarkan bebas. Penegakan hukum seperti ini disebutnya “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.

“Kenapa bukan pelaku BBM ilegal yang diburu? Kenapa wartawan yang justru jadi kambing hitam? Ada skenario busuk di balik ini semua,” ujarnya.

Jack menduga, ini bukan penegakan hukum murni, melainkan jebakan yang diskenariokan rapi kemungkinan besar dengan keterlibatan oknum aparat. Ia meminta Kapolri turun langsung mengusut siapa dalang di balik sandiwara hukum ini.

Jurnalis Tak Harus Tercatat di Dewan Pers

Tudingan bahwa para wartawan tersebut ilegal karena tak terdaftar di Dewan Pers pun dibantah keras. Ketua Dewan Pers Indonesia, Ninik Rahayu, menyatakan bahwa berdasarkan UU Pers, setiap warga negara berhak menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun.

“Legalitas pers bukan ditentukan oleh pendaftaran, tapi oleh produk jurnalistik dan niat menjalankan fungsi pers,” jelas Ninik.

Dengan kata lain, menjadikan status administrasi sebagai dasar penangkapan adalah tindakan semena-mena dan melabrak UU Pers No. 40 Tahun 1999.

Hukum yang Diinjak-injak

Penangkapan ini dituding mengabaikan banyak aspek hukum:

Pasal 368 KUHP: Pemerasan harus disertai ancaman atau paksaan. Jika uang diberikan secara sukarela, unsur ini gugur.

Pasal 55 & 56 KUHP: Pemberi dan penerima sogokan sama-sama pelaku. Mengapa hanya wartawan yang diproses?

UU Pers No. 40 Tahun 1999:

Pasal 8: Wartawan dalam tugas dilindungi hukum.

Pasal 18 ayat 1: Menghalangi kerja jurnalistik adalah tindak pidana dengan ancaman penjara dan denda besar.

Peraturan Dewan Pers 1/2023: Pendataan bersifat sukarela, bukan kewajiban hukum.

Tangis Keluarga di Balik Jeruji

Jack menyoroti bahwa di balik penahanan ini, ada keluarga para wartawan yang menderita. Anak dan istri mereka kini menanggung stigma sosial dan beban ekonomi. Ia mengajak publik tak tinggal diam.

“Mereka bukan penjahat. Mereka wartawan, sedang menjalankan tugas. Jika ada kesalahan prosedur, tangani dengan proporsional—bukan kriminalisasi. Ini panggilan nurani untuk kita semua.”

Buka Semua: Siapa di Balik BBM Ilegal?

Jack mendesak agar si pemberi uang juga diproses, dan Polres Blora segera membuka penyelidikan terhadap dugaan distribusi BBM ilegal yang menjadi inti masalah. Ia memperingatkan: praktik jebakan seperti ini melecehkan nilai hukum dan menghina profesi jurnalistik.

“Jangan biarkan hukum jadi alat pembungkam. Kita lawan kriminalisasi pers dan aparat yang main sandiwara. Bongkar semuanya!”

Inilah potret kelam penegakan hukum di negeri ini: ketika pemburu kebenaran dijebak, dan penjahat sesungguhnya justru dilindungi. Saatnya publik bersuara karena jika hukum bisa dipermainkan, siapa pun bisa jadi korban berikutnya.
×
Berita Terbaru Update